Pak Lativi,Gr

Fatwa MUI tentang Bermedia Sosial

Derasnya arus informasi yang ada di internet membuat para penggunanya harus lebih berhati-hati dalam mengelola informasi tersebut, baik menerima, mencerna maupun menyampaikannya. Setiap pengguna internet perlu memahami etika dalam berinternet (netiquebe) yang pada dasarnya merupakan pengejawantahan etika di dunia nyata di dalam kegiatan di dunia siber. Dalam kamus Merriem-Webster, netiquebe didefinisikan sebagai etika yang mengatur bagaimana kita berkomunikasi di internet.

Indonesia telah memiliki undang-undang terkait pemanfaatan TIK yang salah satu tujuannya adalah untuk memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi. Undang-Undang tersebut adalah UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik.

Baca juga :
 
Khusus bagi Warganet pengguna media sosial, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2017, telah mengeluarkan Fatwa MUI tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Fatwa ini disusun melalui beberapa pertimbangan, seperti penggunaan media digital, khususnya yang berbasis media sosial ditengah masyarakat seringkali tidak disertai dengan tanggung jawab sehingga tidak jarang menjadi sarana untuk penyebaran informasi yang tidak benar, hoax, fitnah, ghibah, namimah, gosip, pemutarbalikan fakta, ujaran kebencian, permusuhan, kesimpangsiuran, informasi palsu, dan hal terlarang lainya yang menyebabkan disharmoni sosial.

Fatwa MUI tentang Bermedia Sosial

Selain itu pengguna media sosial seringkali menerima dan menyebarkan informasi yang belum tentu benar serta bermanfaat, bisa karena sengaja atau ketidaktahuan, yang menimbulkan mafsadat ditengah masyarakat.

Dalam Fatwa MUI dinyatakan bahwa Setiap muslim yang bermualah melalui media sosial diharamkan untuk:
  • Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan. 
  • Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan. 
  • Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info kematian orang yang masih hidup. 
  • Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar'i. 
  • Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesui tempat dan/atau waktunya.
 
Demikian informasi sederhana mengenai Fatwa MUI tentang Bermedia Sosial, mudah-mudahan dapat menjadi pemahaman dan perhatian kita semua agar lebih bijak dalam menggunakan media sosial yang kita miliki.

Posting Komentar untuk "Fatwa MUI tentang Bermedia Sosial"